SeputarJonggol.com – Indonesia makin ricuh. Belum selesai polemik mengenai beras PT Indo Beras Unggul, kini muncul berita baru, yaitu harga acuan beras.
Kericuhan ini dipicu oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomo 47 tahun 2017, tentang penetapan harga acuan pembelian di petani dan harga acuan penjualan di konsumen.
Di dalam peraturan tersebut, harga beras medium maupun premium dipatok Rp9000/Kg.
Sementara itu, dari kalangan pedagang beras sendiri, tampaknya mereka merasa keberatan dengan peraturan menteri perdagangan tersebut. Melalui Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), para pedagang beras telah menyampaikan permintaan revisi aturan tersebut.
Salah seorang pedagang beras di Pasar induk Cipinang mengatakan bahwa pemerintah tidak bisa memukul rata semua jenis beras dihargai Rp9000/kg. Karena, harga beras itu dipengaruhi oleh komponen ongkos angkut, biaya kuli, dan karung.
“Kita kirim ke Sumatera, Kalimantan, misalnya 1 kontainer ini 24 ton atau 24.000 kg dengan ongkos angkut Rp500/kg. Belum lagi ongkos kuli dan karung sekitar Rp300/kg,” ungkap salah seorang pedagang pada wartawan, Rabu (26/7/2017).
Menurut pedagang beras tersebut, harga tertinggi Rp9000/kg itu cocok untuk beras jenis medium dan bukan untuk beras jenis premium, yang seharusnya ditetapkan dengan harga tertinggi Rp10.300/kg.
Sementara itu, Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso, mengatakan bahwa pihaknya telah meminta Kementerian Perdagangan untuk mengevaluasi aturan tersebut.
BACA JUGA: JAWABAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN TERKAIT PENETAPAN HARGA ECERAN TERTINGGI BERAS
“Perpadi minta aturan itu direvisi, diperjelas, kelas apa, jenis apa, karena bisa terjadi multi interpretasi. Kalau semua beras dijual dengan harga segitu enggak mungkin,” tutur Sutarto.

image: antarajatim
Efek Pasokan ke Cipinang
Terbitnya kebijakan harga beras tersebut tampaknya cukup mempengaruhi iklim perdagangan beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur. Para pedagang beras tersebut memilih tutup toko karena pasokan beras dari daerah sentra produksi berkurang dan bahkan ada yang dihentikan.
Akibatnya, Pasar Induk Cipinang menjadi sepi. Puluhan toko tutup akibat tidak menerima pasokan.
Kepala Pasar Induk Cipinang, Endang mengatakan bahwa berdasarkan pantauan di lapangan, sepinya Pasar Induk Cipinang merupakan imbas dari diberlakukannya harga eceran tertinggi Rp9000/kg oleh Kementerian Perdagangan. “Sebetulnya armada daerah yang bermasalah tidak kirim barang ke sini, dari daerah Cirebon, Indramayu,” jelas Endang sambil menambahkan bahwa kondisi pasar yang sepi telah terjadi sejak 3 hari yang lalu.
“Ya memang lebih sepi dari biasanya. Biasanya truk yang masuk lumayan banyak, bisa 100 truk sehari. Sekarang enggak sampai,” kata Endang.
Sedangkan dari pihak pemasok beras, salah satunya adalah Suyitno, dirinya mengatakan bahwa ia terpaksa menghentikan pengiriman beras Indramayu ke Pasar Cipinang lantaran tidak ingin menanggung rugi akibat Peraturan Menteri Perdagangan No. 47 Tahun 2017 tersebut. Suyitno mengaku telah menghentikan pengiriman sekitar 50-100 truk atau setara dengan 500-1.000 ton beras ke Pasar Induk Beras Cipinang.
“Iya benar (dihentikan). Ini kan penjualan dihitungnya rugi. Dari pada rugi mending istirahat dulu saja. Harga beras turun (Rp 9000), beli gabahnya saja mahal,” terang Suyitno.
Suyitno sendiri belum dapat memastikan kapan aksi para pemasok beras dari daerah ini akan berhenti. Dirinya berharap agar pemerintah masih bisa mengatur ulang harga acuan beras agar berbagai jenis beras tidak disamaratakan dalam satu harga. (dbs)