SeputarJonggol.com – Botol Air kemasan yang selama ini langsung dibuang setelah diminum airnya, ternyata Bisa Jadi Bisnis Puluhan Juta. Tidak percaya?
Syukriyatun Niamah adalah buktinya. Syukriatun adalah lulusan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya yang berhasil membuat bisnis perabot rumah tangga dari sampah plastik dengan omzet puluhan juta per bulannya.
Niam, panggilan akrabnya, menjelaskan, ide bisnis itu muncul pada 2015 lalu saat kuliah. Kala itu, Niam mengaku sering membeli air minum dingin kemasan karena cuaca di Kota Surabaya panas. Niam yang tinggal indekos tak membeli galon karena kamarnya berada di lantai dua.
Minuman dari botol kemasan itu tak langsung dibuang. Ia kumpulkan di depan kamar sehingga sampah plastik itu menumpuk. Hal serupa ternyata juga diikuti oleh tetangga-tetangganya.
“Kan di Surabaya panas banget, sering beli minuman dingin kemasan botol-botol. Karena kos di lantai dua, males angkat-angkat galon. Sering banget beli minum sehari bisa beli 5 botol, ada kali. Akhirnya setiap habis minum nggak langsung dibuang, dikumpulin di depan kamar, terus temen-temen ikut akhirnya, ikut ngumpulin depan kamar,” jelasnya kepada media.
Kemudian, Niam berpikir untuk menyelesaikan masalah sampah di tempat tinggalnya tersebut. Sebagai lulusan desain produk, ia pun mencari cara agar sampah plastik itu punya nilai tambah yang tinggi.
“Akhirnya mikir dibikin apa ya, lihat produk recycle, kok kaya gitu ya, kalau produk recycle Indonesia kaya masih kelihatan merknya siapa mau makai. Karena background desain produk coba lah bikin produk valuable, barang kali bisa dijual lebih mahal dan pemulung lebih terbantu
akhirnya mulai eksperimen,” jelasnya.
Eksperimen pun dimulai, plastik-plastik ia potong-potong dengan cara manual atau tanpa mesin pencacah. Lalu, potongan plastik dilelehkan. Dalam proses pelelehan, ia menggunakan berbagai macam metode, hingga akhirnya ketemu oven untuk melelehkan plastik. Oven ini sendiri ialah modal awal Niam. Oven ini ialah oven bekas yang ia beli seharga Rp 1,3 juta.
Setelah meleleh, plastik itu ia cetak berbentuk lembaran seperti halnya papan kayu. Lembaran plastik ini ialah cikal bakal produk yang dihasilkan seperti meja, kursi, dan jam dinding.
Selanjutnya, produk itu ia jual seharga Rp 200 ribu untuk jam dinding, kursi lepas alias bongkar pasang seharga Rp 400 ribu-Rp 500 ribu, dan meja Rp 550 ribu.
Pemasaran dan keunikan produk menjadi kunci Niam sehingga bisnisnya cepat berkembang. Dalam pemasaran, ia memanfaatkan jaringan komunitas dan melalui toko online. Kemudian, keunikan produk dapat dilihat dari bentuk produk serta warna atau corak yang dihasilkan dari plastik bekas.
Bisnis Niam pun semakin berkembang. Saat ini, ia bisa menambah alat-alat produksi salah satunya ialah mesin pencacah plastik. Penjualannya pun berkembang dari sekitar Rp 4 juta per bulan hingga Rp 13 juta per bulan jika rajin ikut pameran di awal bisnis. Kini, omzetnya melesat tembus Rp 50 juta sebulan.
“Kalau sekarang kapasitasnya terbatas, bisa Rp 30 juta sampai Rp 50 juta per bulan,” ujarnya.
Tak hanya jago kandang menjual barang di dalam negeri, Niam juga telah membawa barang dagangannya tembus ke pasar Asia dan Eropa. Kini, ia ingin menembus pasar Australia.
“Paling banyak Eropa karena lebih aware isu lingkungan. Negaranya ada Italia, Belanda, Jerman, terus mana lagi ya, aku nggak hafal,” ungkapnya.
Bagi Niam, terpenting dalam bisnis ialah berani mengeksekusi ide. Namun bukan hanya sekadar eksekusi, sambil berjalan perlu dipikirkan pula rencana pengembangan bisnis. Selain itu, perlu juga sebanyak mungkin memperkuat koneksi atau jaringan.