SeputarJonggol.com – Platform peer-to-peer (P2P) lending di sektor agrikultur dan pangan, TaniFund buka suara menyangkut kabar permasalahan gagal bayar kepada 128 investor dengan total Rp 14 miliar. Dalam kasus ini, TaniFund menempatkan dirinya sebagai penghubung antara investor (lender) dengan petani (borrower).
Dikutip dari pernyataan resmi TaniFund yang diterima detikcom, Rabu (14/12/2022), TaniFund menegaskan, setiap pendanaan oleh pemberi pinjaman tidak terlepas dari risiko. Mereka juga menyebut, pendanaan di sektor pertanian secara umum memang sulit dan memiliki tingkat risiko yang tinggi.
“Hal ini telah kami informasikan sejak awal sebelum masyarakat umum dapat terlibat dalam pendanaan bahwa Lender tetap harus menyadari adanya risiko pendanaan yang akan mereka tanggung, sebagai contoh risiko telat bayar ataupun gagal bayar,” tulis manajemen dalam keterangan tertulis.
TaniFund juga mengatakan, pihaknya telah secara jelas mencantumkan poin-poin disclaimer pada laman situs www.tanifund.com. Mereka juga mengklaim, secara berkala melakukan publikasi dan update kepada Lender melalui Dashboard Lender, media sosial, dan surel.
Tantangan besar tersebut yakni faktor alam dan faktor non-alam, yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas proses budi daya serta hasil panen. TaniFund mengatakan, pandemi Covid-19 juga turut berdampak pada penurunan permintaan sehingga kemampuan bayar borrower pun menurun.
“Tantangan terkait faktor alam sulit untuk diperhitungkan di dalam Rancangan Anggaran Biaya (RAB) yang dibuat oleh para calon borrower, misalnya bencana alam. Sedangkan tantangan non-alam erat kaitannya dengan kondisi perekonomian dan kebijakan pemerintah, contohnya adalah gejolak perubahan harga jual produk di pasar dan kenaikan harga logistik, sehingga pengembalian yang dilakukan oleh borrower tidak sesuai dengan perhitungan di awal RAB,” terangnya.
Tidak hanya itu, manajemen juga mengklaim, TaniFund terus melakukan perbaikan dan pembenahan dari manajemen resiko kondisi tersebut. TaniFund juga memantau seluruh proyek secara berkala, termasuk penagihan secara optimal terhadap proyek yang telah jatuh tempo. Namun sayangnya, kondisi ini pun akhirnya mempengaruhi TKB90 TaniFund.
“TKB90 TaniFund mengalami penurunan karena faktor penurunan kualitas pinjaman yang diakibatkan oleh banyaknya petani yang mengalami kendala gagal panen maupun UKM yang mengalami kesulitan bisnis. Selain itu, manajemen TaniFund memutuskan untuk menghentikan penyaluran pinjaman baru, sehingga otomatis menurunkan total outstanding pinjaman. Hal ini juga mempengaruhi perhitungan TKB90,” jelas TaniFund.
Di sisi lain, pihak TaniFund menegaskan kembali, dirinya bukanlah penerima pinjaman lender, melainkan hanya sebagai platform yang mempertemukan para Lender dan Borrower. Hal ini pun diatur dalam Peraturan OJK No.10/POJK.05/2022,
“Fintech Lending/Peer-to-Peer Lending/P2P Lending adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi dana (Lender) dengan penerima dana (Borrower) dalam melakukan pendanaan konvensional atau berdasarkan prinsip syariah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan internet,” ujar TaniFund.
TaniFund menjelaskan, kesepakatan perdata dilakukan antara lender dengan borrower, sehingga segala risiko yang timbul dari kesepakatan tersebut ditanggung sepenuhnya oleh masing-masing pihak. Namun demikian, manajemen mengaku tidak diam saja dalam menghadapi kondisi keterlambatan bayar ini.
“Dalam hal terjadinya keterlambatan pembayaran, tentu TaniFund tidak hanya diam. Sebagai platform dan penerima kuasa dari para Lender, TaniFund turut melakukan penagihan (collection) kepada para Borrower, baik melalui Desk Collection maupun Field Collection,” katanya.
Terkait dengan keberadaan dana yang diberikan oleh lender, TaniFund mengatakan, dana tersebut berada dalam Rekening Dana Lender (RDL), dengan kuasa penuh dari lender atas alur keluar-masuk dana. Ketika Lender memutuskan mendanai proyek, dana tersebut akan berpindah ke dalam Escrow Account, sebuah rekening giro di bank atas nama penyelenggara, yang akan digunakan untuk tujuan tertentu, sesuai dengan POJK No.10/POJK.05/2022 Pasal 1 No.27.
“Escrow Account dapat diakses oleh OJK sebagai bagian dari pengawasan dan hanya memiliki waktu dua hari sebelum nantinya secara otomatis kembali kepada Lender bila melewati waktu tersebut,” ujar manajemen.
Manajemen juga mengatakan, pihaknya aktif berkoordinasi dengan asosiasi maupun regulator dalam mempercepat penyelesaian masalah. TaniFund memegang teguh POJK No.10/2022, termasuk tindak lanjut dari dana yang telah tersalurkan kepada lender antara lain akan menempuh jalur hukum apabila terdapat pelanggaran undnag-undang oleh borrower.
“TaniFund akan menempuh jalur hukum dengan dibuktikan melalui laporan polisi yang telah TaniFund ajukan beberapa saat lalu terhadap beberapa Borrower,” tegas manajemen.
Sementara menyangkut asuransi yang menaungi para lender, manajemen TaniFund menjelaskan, asuransi yang digunakan saat ini adalah Administrative Services Only (ASO). dengan skema Stop Loss, sedangkan asuransi kredit murni untuk P2P pertanian seperti TaniFund masih dalam pengembangan oleh tim asuransi.
“Kondisi pandemi Covid-19 membuat banyak provider asuransi menarik produk asuransi kredit murni, dan menjadi ASO. Dalam hal ini, TaniFund hanya dapat melakukan klaim asuransi sebesar persentase dari premi yang sudah dibayarkan,” ucap manajemen.
“Terkait hal ini, selama ini premi asuransi dibayarkan oleh TaniFund dan tidak dibebankan kepada Lender. Mengenai perubahan kebijakan ini, pada bulan Maret 2022 TaniFund telah menginformasikan kepada seluruh Lender melalui email,” sambungnya.
TaniFund mengatakan, sepanjang paruh pertama tahun 2022, sejumlah proyek dinyatakan gagal bayar dan tindakan klaim asuransi dilakukan sebagai upaya percepatan penyelesaian pokok pinjaman. Upaya klaim asuransi akan dilakukan apabila pihak Borrower menyatakan bahwa mereka sudah tidak lagi memiliki kemampuan untuk membayar.
“Kami memilih sektor ini karena motif social impact dan cita-cita kami, yakni ingin menjadikan petani Indonesia bisa lebih produktif, meningkat kesejahteraannya, dan pada akhirnya bisa menjadi petani yang mandiri. Dengan petani mandiri, ketahanan pangan Indonesia bisa terjamin,” ujar Plt. Direktur TaniFund, Edwin Setiawan.
“Terima kasih atas dukungannya selama ini. Kami akan terus berusaha memberikan kontribusi terbaik untuk para lender dan juga petani yang menjadi Borrower,” tambahnya.