SeputarJonggol.com – Ima Matul Maisaroh kini tengah menjadi pembicaraan hangat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Hal ini dikarenakan wanita asal Malang Jawa Timur ini terpilih menjadi salah satu pembicara dalam acara Konvesi Parta Demokrat AS yang digelar di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat pada Selasa 26 Juli 2016.
Perempuan berusia 33 tahun, jebolan kelas 1 SMA di Gondanglegi, Malang Jawa Timur ini, diminta memberi saran dan masukan ke Presiden Obama untuk memberantas perdagangan manusia. Tercatat 40 ribu sampai 45 ribu menjadi korban perdagangan manusia di AS. Bersama tiga anggota lainnya, Ima Matul dipercaya menangani dua dari lima masalah utama. “Yakni, soal pendanaan dan sosialisasi para korban perdagangan manusia,” tutur Ima.
Kepercayaan tersebut diberikan ke pundak Ima, yang sejak tahun 2012 menjadi staf CAST, Coalition to Abolish Slavery & Trafficking. Ima menjabat sebagai organisator atau koordinator para korban Perbudakan dan Perdagangan Manusia CAST. Organisasi nirlaba ini yang menolongnya setelah melarikan diri dari siksaan bekas majikannya di Los Angeles.
Kisahnya dimulai tahun 1997, ketika Ima yang baru berusia 17 tahun, menerima tawaran bekerja sebagai pramuwisma seorang pengusaha interior disainer asal Indonesia yang bermukim di Los Angeles. ‘’Sejak sampai di Bandara LAX, paspor saya sudah ditahan oleh majikan saya,’’ tutur Ima yang enggan menyebut nama bekas majikannya itu.
Selama tiga tahun, Ima Matul harus bekerja lebih dari 12 jam. Hampir setiap hari, Ima menjalani siksaan dan pukulan dari majikannya, seorang warga keturunan yang menjadi interior designer. Untuk kesalahan kecil yang dibuatnya, Ima harus menerima pukulan dan tamparan berkali-kali. “Sampai sekarang, bekas luka di kepala masih bisa dilihat,” ujar Ima seraya menekankan, waktu itu ia tidak bisa berbahasa Inggris sama sekali.
Setelah tiga tahun, Ima tidak tahan lagi. Pada tahun 2000, perempuan desa ini nekat menyisipkan sebuah notes kecil berisi ‘Permintaan Tolong’ kepada seorang penjaga bayi tetangganya. Tetangga inilah yang menolong Ima melarikan diri dari rumah majikannya dan mengantarkannya ke kantor CAST. “Waktu itu saya tidak bawa paspor,” kata Ima melanjutkan. Setelah beberapa bulan tinggal di rumah penampungan kaum gelandangan, Ima pun akhirnya bisa tinggal di rumah layak dan bekerja di CAST.
Agar paspornya dikembalikan, Ima berpura-pura pulang ke Indonesia. Ditemani seorang agen FBI, Ima bertemu dengan majikannya di Bandara LAX. “Saya juga dipasangi alat penyadap untuk merekam seluruh pembicaraan,” tutur Ima dengan bahasa Inggris yang rapi. Singkat cerita, majikannya memberinya tiket pesawat sekali jalan ke tanah air dan berjanji hendak mengirim uang gajinya, setelah Ima tiba di Malang, Jawa Timur.
Gaji itu tidak dibayarkan majikannya karena Ima tidak pulang ke Malang. “Saya hanya masuk ke ruang dalam Bandara dan keluar lagi,” kata Ima yang akhirnya tidak mau menuntut majikannya yang berlaku kasar itu. Menurutnya, pihak FBI tidak bisa melakukan penahanan majikannya, karena tidak ada tuntutan dari Ima.
“Prosesnya cukup berbelit dan membutuhkan saksi mata yang jelas. Dan aksi kekerasan itu terjadi di dalam rumah tanpa diketahui banyak orang,” kata Ima menuturkan. “Lagipula bekas-bekas luka saya dianggap kurang menunjukkan luka serius, meski terdapat bekas luka di kepala,” sambungnya, seraya enggan menyebut nama bekas majikannya itu. Kasus itu memang berhenti sampai di situ. Dan sebagai warga AS, bekas majikannya masih tinggal di Los Angeles. (dari berbagai sumber)