Perkembangan Jonggol yang semakin pesat ternyata tidak diimbangi dengan pengembangan infrastruktur jalan yang memadai. Apabila 5 tahun lalu, para pemukim di Jonggol dapat berkendara dengan tenang di sepanjang jalan Cileungsi-Jonggol, maka kini, mereka harus ekstra hati-hati.
Selain ruas jalan yang tidak bertambah, banyaknya dump truk yang berseliweran serta bertambahnya jumlah pemukim di kota Jonggol seiring bertumbuhnya perumahan-perumahan baru, membuat pengguna jalan semakin padat dan pada akhirnya menimbulkan kemacetan.
Beberapa tahun terakhir, beberapa developer saling berlomba-lomba membangun hunian baru di wilayah Jonggol (yang terkenal karena isu perpindahan ibu kota). Sayangnya, perkembangan ini tidak dibarengi dengan perkembangan infrastruktur yang menunjang sehingga menimbulkan kemacetan.
Hal ini semakin diperparah pada hari libur di daerah Mekarsari dan Metland Transyogi yang memiliki hypermarket besar di pintu gerbangnya.
Menurut Ir. Kuswara, salah seorang ahli tata kota mengatakan bahwa pihak DLLAJ Kabupaten Bogor sudah selayaknya melakukan survei ulang untuk mengetahui tingkat kelayakan jalan raya Jonggol.
“Pihak Dinas (DLLAJ) sebaiknya melakukan traffic counting kembali untuk mengetahui tingkat kepadatan kendaraan yang melintas di jalur ini,” ujarnya.
Masih menurut Ir. Kuswara, pihak DLLAJ sebenarnya dapat melakukan pengaturan waktu operasi bagi kendaraan besar yang melintas agar dapat mengurangi tingkat kemacetan. Kemacetan yang kerap terjadi selama ini telah lama menjadi keluhan pengguna jalan. Wanto, warga salah satu perumahan di daerah Cileungsi-Jonggol dan bekerja di daerah Jakarta Selatan mengatakan bahwa dirinya harus berangkat pada jam 5 pagi dan pulang agak malam (setelah jam 7, red) untuk menghindari macet di daerah Cibubur dan Cileungi. (py/credit foto featured: indomoto com)