SeputarJonggol – Diketahui bahwa per Januari 2019, pertumbuhan penyaluran pembiayaan hanya naik 5,36 persen per Januari 2019 menjadi Rp438,81 triliun dari posisi Januari 2018 yang sebesar Rp416,48 triliun.
Padahal, total penyaluran pembiayaan Januari 2018 naik 6,92 persen dibandingkan penyaluran pembiayaan tahun sebelumnya yang sebesar Rp389,52 triliun.
Statistik Lembaga Pembiayaan yang dipublikasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memaparkan pembiayaan yang disalurkan 185 perusahaan pada Januari 2019 didominasi oleh pembiayaan multiguna sebesar Rp259,82 triliun. Capaian itu meningkat 5,53 persen dari sebelumnya sebesar Rp246,2 triliun.
Kemudian, segmen pembiayaan investasi menjadi penyumbang terbesar kedua sebesar Rp136,07 triliun. Diikuti oleh segmen modal kerja Rp23,74 triliun, syariah Rp19,02 triliun, dan pembiayaan lainnya berdasarkan persetujuan OJK sebesar Rp133 miliar.
Melambatnya penyaluran pembiayaan multifinance ini turut mempengaruhi pendapatan dan laba bersih industri sepanjang Januari 2019. Total pendapatan yang diraup industri multifinance hanya tumbuh 4,98 persen, padahal pada Januari 2018 menyentuh dua digit sebesar 12,21 persen.
OJK mencatat total pendapatan industri multifinance pada Januari 2019 sebesar Rp9,26 triliun. Tak beda jauh dari posisi Januari 2018 yang sebesar Rp8,82 triliun.
Kemudian, peningkatan laba bersih industri multifinance pada Januari 2019 justru stagnan atau hanya tumbuh 0,84 persen dari Rp1,18 triliun menjadi Rp1,19 triliun. Sementara itu, pertumbuhan laba bersih pada Januari 2018 mencapai 5,35 persen.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan pengajuan pembiayaan pada awal tahun umumnya memang tak banyak. Sebab, masyarakat belum memikirkan untuk membeli mobil atau motor usai libur tahun baru.
“Januari itu orang masih banyak libur, banyak yang belum memulai usahanya atau masuk kantor. Banyak yang cuti panjang,” ungkap Suwandi kepada CNNIndonesia.com, Senin (11/3).
Maka itu, ia mendeteksi penyaluran pembiayaan yang terjadi pada Januari 2019 tak sepenuhnya memang diajukan pada bulan itu. Suwandi menyebut bisa saja nasabah sudah mengajukan sejak Desember 2018, tapi baru direalisasikan Januari tahun ini.
“Tapi kan tetap masih tumbuh, ya walaupun pertumbuhan sekitar 5 persen kalau Januari 2018 sampai 6 persen. Tapi kan tidak jauh beda,” terang dia.
Walau begitu, ia mengakui masih terdapat beberapa tantangan yang berpeluang menghambat kemajuan industri multifinance sepanjang 2019. Salah satunya sikap The Fed yang diprediksi masih mengerek suku bunga acuannya tahun ini.
Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) biasanya akan mengikuti pergerakan The Fed. Bila BI meningkatkan suku bunga acuan dalam negeri, perbankan pun akan mengikuti, begitu juga dengan multifinance.
Selain itu, pertumbuhan industri multifinance juga erat kaitannya dengan daya beli masyarakat. Jika masih stagnan, minat masyarakat untuk mengajukan pembiayaan di multifinance juga melempem.
“Makanya multifinance kan bergantung juga dengan pertumbuhan ekonomi, ada komponen daya beli di pertumbuhan ekonomi. Kalau masih di situ-situ saja ya industri multifinance juga begitu,” papar dia.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen. Angka itu turun dari target yang ditetapkan dalam APBN 2018 sebesar 5,4 persen, tetapi lebih tinggi dari realisasi pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang hanya 5,17 persen.
Tingkat konsumsi masyarakat tumbuh 5,05 persen sepanjang 2018. Dalam hal ini, indikator tersebut menjadi penyumbang terbesar untuk pertumbuhan ekonomi, yakni 55,74 persen.
“Makanya kalau lihat target pertumbuhan ekonomi yang belum signifikan, target pembiayaan tahun ini sekitar 6 persen,” ujarnya.
Target itu tak jauh berbeda dengan realisasi penyaluran pembiayaan sepanjang tahun lalu yang sebesar 5,16 persen, yakni dari Rp414,83 triliun pada 2017 menjadi Rp436,26 triliun pada 2018.
Kemudian, pendapatan dan laba bersih industri multifinance pada 2018 masing-masing tumbuh 8,26 persen dan 20,81 persen. Rinciannya, industri membukukan pendapatan sebesar Rp107,78 triliun dan laba bersih Rp16,02 triliun.
Untuk rasio kredit bermasalah alias non performing finance (NPF), Suwandi menambahkan masih akan stabil di level 2 persen seperti yang terjadi sepanjang 2018 hingga Januari 2019. NPF pada akhir 2018 dan Januari 2019 kebetulan sama-sama di level 2,71 persen.
Sumber: CNNIndonesia.com