SeputarJonggol.com – Fakta Seputar Larangan Mudik 2021 dan segala pernak perniknya menjadi perhatian masyarakat saat ini.
Pemerintah telah memutuskan untuk melarang aktivitas mudik Lebaran tahun 2021. Informasi seputar larangan mudik ini masih banyak ditunggu masyarakat.
Pasalnya, tahun lalu pemerintah sudah menerapkan kebijakan semua ketika tahun 2020 mudik dilarang juga. Kini, sebagian besar masyarakat bisa saja sudah mempunyai rencana mudik tahun 2021 karena rindu kampung halaman.
Bagi kamu yang telanjur berencana mudik, bisa saja masih berharap bahwa larangan mudik 2021 hoax. Namun, informasi terkait larangan mudik 2021 bukanlah hoaks, melainkan kenyataan yang harus dihadapi.
Jadi, bagi kamu yang masih menyimpan pertanyaan terkait mudik Lebaran tahun 2021 dibolehkan atau tidak, jawabannya adalah tidak boleh.
Pemerintah sudah memutuskan mudik dilarang berdasarkan hasil keputusan rapat koordinasi (rakor) yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy bersama sejumlah menteri dan pimpinan lembaga terkait di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Jumat (26/3/2021).
Tujuannya adalah untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 seperti yang terjadi sebelumnya, yakni pada beberapa kali masa libur panjang, termasuk saat libur Natal dan Tahun Baru 2020. “Sesuai arahan Bapak Presiden dan hasil keputusan rapat koordinasi tingkat menteri maka ditetapkan bahwa tahun 2021 mudik ditiadakan,” ujarnya dalam keterangan pers yang digelar secara daring usai rakor saat itu.
Masa berlaku larangan mudik 2021
Karena sudah pasti mudik dilarang, selanjutnya pasti kamu membutuhkan penjelasan mengenai kebijakan dilarang mudik 2021 mulai tanggal berapa. Menko PMK Muhadjir Effendy sudah pernah menyampaikan informasi terkait hal ini.
Ia menyebutkan, larangan mudik Lebaran 2021 akan diberlakukan mulai tanggal 6 Mei 2021 sampai 17 Mei 2021. Artinya, selama 12 hari itulah masyarakat dilarang mudik.
Meski mudik 2021 dilarang, untuk cuti bersama Idul Fitri tetap diberlakukan, yaitu pada tanggal 12 Mei 2021. Kendati demikian, masyarakat diimbau untuk tidak melakukan pergerakan atau aktivitas kegiatan yang berpotensi menaikkan angka kasus penularan dan keterpaparan Covid-19. “Untuk imbauan supaya tidak bepergian kecuali dalam keadaan urgent,” kata Muhadjir.
Aturan dan pengecualian yang boleh mudik
Muhadjir menekankan larangan mudik lebaran tidak hanya berlaku bagi aparatur sipil negara (ASN), pegawai badan usaha milik negara (BUMN), ataupun TNI/Polri.
Lebih dari itu, mudik juga dilarang bagi pegawai swasta dan juga seluruh masyarakat Indonesia. Hal tersebut sekaligus untuk memaksimalkan manfaat dari pelaksanaan vaksinasi yang telah dilakukan sejak beberapa waktu lalu.
“Mekanismenya untuk pergerakan orang dan barang pada masa Idul Fitri itu akan diatur oleh kementerian/lembaga terkait dan untuk kegiatan keagamaan dalam rangka menyambut Ramadhan dan Idul Fitri juga akan diatur oleh Kemenag (Kementerian Agama) berkonsultasi dengan MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan organisasi-organisasi keagamaan yang ada,” ujarnya.
Pada kesempatan tersebut juga diungkapkan bahwa terdapat pengecualian larangan mudik, khususnya bagi pegawai yang sedang melakukan perjalanan dinas.
Meskipun demikian, untuk itu harus disertai dengan syarat memiliki surat tugas yang ditandatangani oleh pejabat minimal eselon 2 bagi ASN dan BUMN atau surat keterangan dari kepala desa bagi masyarakat yang memiliki keperluan mendesak.
“Tentang urgensinya akan ditentukan oleh instansi dan perusahaan tempat dia bekerja. Panduannya akan diatur oleh Kemenpan-RB (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi), sedangkan untuk tanggung jawab perusahaan akan diatur oleh Kemenaker (Kementerian Ketenagakerjaan), sedangkan yang di luar itu akan diatur oleh Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri),” tandas Muhadjir.
Sejalan dengan itu, Kemenhub juga tengah menyusun aturan pengendalian transportasi sebagai tindak lanjut pelarangan mudik. Penyusunan aturan dilakukan melalui koordinasi intensif dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait khususnya Satgas Penanganan Covid 19, Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah, dan TNI/Polri.
“Kementerian Perhubungan mendukung pelarangan mudik yang didasari oleh pertimbangan untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 dan hasil keputusan rapat koordinasi tingkat menteri. Sebagai tindak lanjutnya, saat ini kami tengah menyusun aturan pengendalian transportasi yang melibatkan berbagai pihak,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi Senin (29/3/2021), dalam keterangan resmi.
Dalam melakukan penyusunan aturan tersebut, Kemenhub juga merujuk pada hasil survei persepsi masyarakat terhadap pergerakan perjalanan pada masa Idul Fitri yang dilaksanakan pada Maret 2021 secara online oleh Balitbang Kemenhub bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung dan lembaga media.
Survei tersebut diikuti oleh 61.998 responden yang berprofesi sebagai karyawan swasta 25,9 persen, sisanya PNS, mahasiswa, BUMN, wiraswasta, ibu rumah tangga, dan lainnya.
Berdasarkan hasil survei tesebut, jika mudik dilarang, 89 persen masyarakat tidak akan mudik, 11 persennya akan tetap melakukan mudik atau liburan.
Estimasi potensi jumlah pemudik saat ada larangan mudik secara nasional sebesar 27,6 juta orang. Tujuan daerah mudik paling banyak ialah Jawa Tengah 37 persen, Jawa Barat 23 persen, dan Jawa Timur 14 persen.
Selain merujuk pada survei tersebut, Kemenhub juga meminta masukan dari berbagai pihak, termasuk pengamat transportasi, sosiolog, dan stakeholders lainnya.
Masukan ini akan menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun aturan terkait pengendalian transportasi maupun sanksinya jika ada pelanggaran.
“Kementerian Perhubungan selalu berkomitmen untuk turut mencegah meluasnya pandemi Covid 19 di seluruh Indonesia dengan menerbitkan peraturan dan surat edaran sebagai petunjuk pelaksanaan pengendalian transportasi dan syarat perjalanan penumpang. Selain itu, terus melakukan pengawasan di lapangan bekerja sama dengan Satgas Covid 19, Kemenkes, pemda, dan TNI-Polri,” tegasnya. (dari berbagai sumber)