SeputarJonggol.com – Presiden Jokowi Larang Mudik Lebaran 2020, Bagaimana Aturan dan Apa Sanksinya?
Keputusan besar diambil oleh Presiden Republik Indonesia Joko widodo dengan melarang seluruh warga untuk melakukan kegiatan mudik. Keputusan itu dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19 yang telah menjadi pandemi global.
“Setelah larangan mudik bagi ASN, TNI-Polri dan pegawai BUMN sudah kita lakukan pada minggu yang lalu, pada rapat hari ini saya ingin menyampaikan juga bahwa mudik semuanya akan kita larang,” kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas, Selasa 21 April 2020.
Kebijakan tegas itu diambil lantaran tingginya potensi perantau yang tetap berencana mudik di tengah pandemi Covid-19 ini. Berdasarkan survei Kementerian Perhubungan (Kemenhub), terdapat 68 persen warga yang menyatakan tidak akan mudik. Sementara sisanya bersikukuh mudik.
“Yang tetap bersikeras (ingin) mudik 24 persen. Yang sudah mudik 7 persen. Artinya masih ada angka yang sangat besar yaitu 24 persen tadi,” ujar Jokowi.
Karena itu, Jokowi memutuskan larangan mudik tak hanya untuk ASN, TNI-Polri, dan pegawai BUMN. Namun, juga untuk semua masyarakat demi mencegah penyebaran virus corona Covid-19 semakin meluas.
“Mudik semuanya akan kita larang. Oleh sebab itu, saya minta persiapan-persiapan yang berkaitan dengan ini disiapkan,” kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Menindaklanjuti keputusan Presiden Jokowi, Kemenhub tengah menyiapkan regulasi untuk pelaksanaan kebijakan larangan mudik. Penyusunan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) soal larangan mudik itu melibatkan sejumlah stakeholder terkait, seperti Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), kepolisian, dan lainnya.
“Kementerian Perhubungan akan segera menyiapkan Permenhub yang mengatur pelarangan mudik, termasuk sanksinya apabila melanggar aturan,” ujar Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati melalui keterangan tertulis kepada media, Rabu (22/4/2020).
Adita menjelaskan, regulasi transportasi terkait pelarangan mudik berlaku untuk angkutan umum penumpang dan kendaraan pribadi. Kebijakan ini mulai berlaku pada Jumat 24 April 2020 secara bertahap, bertingkat, dan berkelanjutan.
Sementara penerapan sanksi bagi pelanggar larangan mudik baru akan berlaku mulai 7 Mei 2020. Adita belum bisa mengungkapkan apa bentuk sanksi yang akan diterapkan. Sanksi tersebut masih dibahas di Permenhub.
“Pelarangan mudik akan diberlakukan sampai dengan tanggal 2 Syawal 1441 H, dan dapat menyesuaikan dengan memperhatikan dinamika perkembangan pandemi Covid-19,” jelas Adita.
Kebijakan larangan mudik ini berlaku untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), serta wilayah-wilayah lain yang sudah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), termasuk juga wilayah yang masuk zona merah virus corona Covid-19.
Adita menjelaskan, skenario yang akan disiapkan pada kebijakan ini adalah pembatasan lalu lintas pada akses keluar-masuk wilayah, bukan penutupan jalan. Sebab, yang dilarang melintas adalah angkutan yang membawa penumpang saja, sementara angkutan barang atau logistik masih dapat beroperasi.
Sementara arus lalu lintas di dalam wilayah, khususnya di Jabodetabek (aglomerasi) masih diizinkan beroperasi. “Transportasi massal di dalam Jabodetabek seperti KRL juga tidak akan ditutup atau dihentikan operasionalnya, hal ini untuk mempermudah masyarakat yang tetap bekerja khususnya tenaga kesehatan, cleaning service rumah sakit, dan sebagainya,” katanya.
Lebih lanjut, Adita menyampaikan bahwa pemerintah sudah lama mengimbau masyarakat agar tidak mudik, termasuk memberikan edukasi bahayanya mudik di tengah pandemi virus corona Covid-19. Dia berharap, edukasi itu bisa menekan angka masyarakat yang hendak mudik.
“Harapannya ini akan menekan angka orang yang berniat mudik, sebelum larangan diberlakukan,” ucapnya. (dbs)