SeputarJonggol.com – Keadaan Garuda dan Waskita yang notabene adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini tenga mengalami kondisi yang parah. Kedua BUMN tersebut terlilit utang jumbo sekaligus mengalami kesulitan likuiditas.
Per Mei 2021, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menanggung utang jatuh tempo jangka pendek senilai Rp 70 triliun (US$ 4,9 miliar) dari total utang senilai Rp 140 triliun.
Garuda Indonesia merugi senilai US$ 100 juta atau setara dengan Rp 1,43 triliun (kurs Rp 14.300) per bulan akibat beban biaya yang tinggi, sementara itu kondisi bisnis maskapai saat ini sedang terpuruk akibat pandemi covid-19 yang tak kunjung reda.
Demikian pula Waskita Karya. Sepanjang tahun lalu, emiten sektor konstruksi ini mencatatkan rugi bersih Rp 7,38 triliun. Per akhir Desember 2020, WSKT memiliki total utang Rp 89 triliun. Dari situ, utang usaha dan utang lainnya mencapai Rp 19 triliun.
Kini, Kementerian BUMN menyiapkan sederet skema “jalur cepat” untuk menyelamatkan dua BUMN tadi. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyatakan, opsi restrukturisasi utang Garuda di perbankan maupun lessor pesawat kemungkinan menggunakan skema debt to equity swap atau konversi utang menjadi saham.
Skema ini berpeluang mendilusi kepemilikan saham lama. “Dilusi akan menjadi dampaknya. Nanti tergantung siapa yang mempunyai utang (kredit) terbesar maka dia akan menjadi pemilik saham terbesar. Bila kesepakatannya seperti itu,” papar dia dalam acara Business Talk, kolaborasi antara Kompas TV dan KONTAN, Selasa (8/6).
Kartika juga menyatakan, misi penyelamatan WSKT cukup penting. Waskita merupakan BUMN Karya yang banyak berinvestasi di sektor infrastruktur, termasuk menggarap 13 proyek jalan tol.
Bahkan tahun 2015, WSKT mengambil alih dan menuntaskan sejumlah ruas jalan tol mangkrak, termasuk jalan tol Pejagan-Pemalang sepanjang 57,5 kilometer. “Karena ini investasi, maka setelah selesai idealnya dijual. Namun ada pandemi Covid-19, sehingga belum dapat dijual semua,” ujar Kartika.
Sebelum Covid-19 merebak, WSKT telah menjual dua ruas tol, yakni ruas Solo-Ngawi dan ruas Ngawi-Kertosono-Kediri. Dia berharap divestasi bisa dilakukan dengan pembeli yang memang cocok dari sisi harga. “Saat ini sedang proses juga di antaranya dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), Taspen dan INA-SWF,” ungkap Kartika, merujuk salah satu opsi penyelamatan WSKT.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) angkat bicara ihwal rencana penyelamatan Garuda menggunakan skema debt to equity swap. OJK menilai konversi utang menjadi ekuitas (saham) bisa diambil, termasuk oleh perbankan.
Artinya, perbankan bisa menerima tawaran Kementerian BUMN yang menyalurkan kredit ke Garuda. “Dalam rangka penyelamatan kredit, bank boleh melakukan penyertaan modal sementara dengan tetap memperhatikan prinsip kehatian-hatian,” ujar Teguh Supangkat, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK, seperti dikutip dari KONTAN, Rabu (9/6).
Lagi pula, skema debt to equity swap ini bukanlah barang baru di dunia perbankan. Ketentuan itu mengacu pada Peraturan OJK (POJK) Nomor 36/POJK.03/2017 tentang Prinsip Kehati-Hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal. Pasal 1 ayat (4) ketentuan itu, perbankan diperbolehkan melakukan penyertaan modal sementara pada debitur untuk mengatasi persoalan akibat kegagalan kredit.
Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan berpendapat, secara teori, permasalahan keuangan yang dihadapi Garuda bisa ditangani melalui dua cara. Yaitu menaikkan omzet serta menurunkan beban pengeluaran.
Dia menilai, cara kedua lebih realistis ditempuh, sebab opsi untuk menaikkan pendapatan dalam jangka pendek lebih sulit dicapai akibat adanya efek pandemi korona. “Kalau menaikkan pendapatan sudah pasti ada risiko regulasi atau dampak regulasi,” kata Alfred. (dari berbagai sumber)